Selasa, 01 Juni 2010

Pendidikan untuk Perkembangan, Pengembangan, dan/atau Pembangunan Berkelanjutan (PuP3B)


PuP3B yang merupakan terjemahan dari Education for Sustainable Development (EfSD) merupakan paradigma pendidikan baru yang diprakarsai oleh PBB melalui UNESCO dengan tujuan agar pendidikan menghasilkan manusia berakhlak mulia
yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Manusia seperti itu memenuhi kebutuhannya dengan memperhatikan kebutuhan generasi saat ini dan generasi-generasi yang akan datang (keberlanjutan intergenerasional).


Paradigma ini mengajak manusia untuk berpikir tentang keberlanjutan Planet Bumi, dan bahkan keberlanjutan keseluruhan alam semesta. Paradigma ini pun menghendaki keberlanjutan kesehatan lingkungan dengan cara menjaga keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem, melestarikan komponen-komponen dalam ekosistem, dan menjaga keseimbangan interaksi antarkomponen dalam ekosistem. Selain itu, setiap bentuk intervensi manusia atas keseimbangan ekosistem baik itu melalui upaya-upaya pengembangan yang dosis intervensinya rendah sampai dengan pembangunan yang dosis intervensinya tinggi harus dilakukan dalam batas daya dukung lingkungan, tidak mengancam keberlanjutan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan menghemat penggunaan sumberdaya alam yang tak dapat diperbaharui. PuP3B juga menghendaki keberlanjutan keseimbangan lingkungan ekonomi, sosial, budaya, dan politik, sebagai bagian integral dari ekosistem. Dengan kata lain, PuP3B menghendaki manusia yang melestarikan keberlanjutan peradabannya tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistemnya.

PuP3B hanya akan terwujud apabila paradigma pembelajaran sepanjang hayat yang berpusat pada peserta didik, yang mengidamkan subyek pembelajar yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan, betul-betul dilaksanakan. Tanpa adanya manusia pembelajar yang seperti itu, sulit sekali PuP3B bisa terwujud. PuP3B juga menghendaki bahwa pendidikan untuk semua yang inklusif dan tanpa diskriminasi betul-betul dilaksanakan, karena adanya sebagian masyarakat yang tidak menjadi pembelajar sepanjang hayat akan menjadi sumber ketidakberlanjutan keseimbangan ekosistem.

Dalam perspektif PuP3B, pendidikan bisa menjadi masalah, bisa juga menjadi solusi. Pendidikan menjadi masalah jika pendidikan tidak mengadopsi paradigma PuP3B, sehingga menghasilkan manusia yang tidak peduli akan keberlanjutan keberadaan dirinya, komunitas masyarakatnya, sistem sosialnya, sistem ekonominya, kebudayaanya, dan lingkungan alamnya. Namun pendidikan bisa menjadi solusi jika pendidikan yang dilakukan dapat membangun kesadaran kritis tentang PuP3B. Selama ini ada paradoks. Semakin orang terdidik, semakin menjadi masalah, karena tingkat konsumsinya cenderung meningkat dan dilakukan dengan cara-cara yang boros sumberdaya dan merusak lingkungan.

Pendidikan harus menumbuhkan pemahaman tentang pentingnya keberlanjutan keseimbangan ekosistem. Yaitu pemahaman bahwa manusia adalah bagian dari ekosistem. Apapun yang dilakukan manusia terhadap ekosistem pasti akan ada akibatnya. Pada akhirnya muncul kesadaran bahwa bumi merupakan satu sistem yang “tertutup”. Ketika sumberdaya alam habis, maka sumberdaya alam itu tidak akan bisa diperoleh dari planet lain. Substansi lain yang harus ada dalam PuP3B adalah pandangan dan kepercayaan terhadap masa depan dan berpikir holistik dengan visi jangka panjang.

Pendidikan harus memberikan pemahaman tentang nilai-nilai tanggung-jawab sosial. Bumi adalah habitat semua manusia, karena itu nilai keadilan, tanggung-jawab sosial, dan demokrasi harus dikembangkan. Dengan nilai-nilai itu maka akan muncul pemahaman kritis tentang lingkungan dan semua bentuk intervensi terhadap lingkungan termasuk pembangunan.
Ada dua aspek pembelajaran dalam PuP3B. Aspek pertama adalah pembelajaran individual, yang menyangkut wawasan, nilai-nilai, dan kemampuan individual. Aspek kedua adalah pembelajaran sosial, yang menyangkut pengembangan modal sosial dan masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Dengan demikian, pembelajaran akan menumbuhkan kemampuan kerjasama pada berbagai skala ekosistem, sehingga bisa melakukan adaptasi berlanjut pada skala ekosistem.

Sumber : Renstra Kemendiknas 2010-2014.

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 27 April 2010

Antara Sains dan Orang "Gila"

Apakah ini Bapaknya TIK?(Teknologi Info Komunikasi) Salah satu kata yang sering muncul di dunia sains di film, novel dan komik adalah "Mad" (Gila), misalnya kita sering mendengar "Mad Scientist". Tetapi seperti kata 'benci' diangkat sebagai singkatan untuk 'benar-benar cinta', 'gila' adalah singaktan untuk 'giat langkah'. Kalau kita melaksankan sesuatu yang luar biasa kita sering disebut gila, pada hal itu bisa sebagai langkah awal ke sesuatu yang dapat merubah gaya hidup manusia di seluruh dunia, misalnya lampu listrik, telpon, dll. Tanpa orang gila begini kita tidak dapat cepat maju!


Sains adalah ilmu yang seperti ilmu lain terus menambahkan pengetahuan dari penelitian oleh orang yang berdisiplin dan rajin. Tetapi seringkali kemajuan sains muncul dari idea yang dari awal dianggap gila. Kita harus berani dan percaya diri, dan ingat bahwa kita dapat gagal 1000 kali dalam kegiatan percobaan, tetapi kita hanya perlu berhasil sekali, dan idea kita sudah terbukti.

Sains dan Teknologi telah melekat erat ke dalam setiap gaya hidup dan kehidupan modern, bahkan begitu pentingnya bagi pelajar, dan menjadi tuntutan dalam kehidupan professional kita, maka belajar sains dan mengembangan ketrampilan sains dan teknologi pada saat ini adalah sangat penting dan menjadi keniscayaan.

Pentingnya terampil berkomunikasi dapat dibuktikan secara sepintas melalui berbagai surat kabar harian/koran. Kebanyakan lowongan pekerjaan untuk posisi-posisi penting selalu mempersyaratkan penguasaan teknologi. Bahkan saat ini begitu terasa pentingnya bagi para pelajar Indonesia bertepatan dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan investasi asing di Indonesia.

Pengetahuan dan keterampilan ilmu sains dan teknologi memungkinkan kita dapat memasuki berbagai bidang profesi, namun demikian tanpa dibarengi dengan pengembangan kreativitas pribadi maka keterampilan itu sendiri menjadi tidak berarti dan tidak menjamin dengan sendirinya masa depan yang cerah atau adanya pengembangan karir pribadi yang pasti.Sains dan teknologi merupakan sarana yang tepat untuk mengembangkan kreatifitas termasuk mengembangkan keterampilan dalam pemecahan masalah(problem solving). Berkaitan dengan praktek pengajaran modern di sekolah, pembelajaran kontekstual (di Indonesia dikenal sebagai PAKEM) maka para pelajar dapat beraktifitas baik secara individu, berpasangan ataupun secara berkelompok. Bertukar fikiran dan saling mengembangkan secara konstruktif adalah bagian penting dalam mengembangkan kepribadian kita.

Bertukar pendapat dan pengetahuan tidak hanya terbatas di sekolah atau kantor. Sama pentingnya adalah kita di dalam masyarakat global bertukar informasi sains dan teknologi dengan masyarakat yang lebih luas baik di dalam negri maupun dengan masyarakat dunia.

Sumber : www.ilmusains.com

[+/-] Selengkapnya...

Rabu, 03 Februari 2010

Keajaiban Otak Dalam Proses Pembelajaran


Otak manusia merupakan bagian tubuh paling kompleks yang pernah dikenal di alam semesta. Inilah satu-satunya organ yang senantiasa berkembang sehingga ia dapat mempelajari dirinya sendiri. Jika dirawat oleh tubuh yang sehat dan lingkungan yang menimbulkan rangsangan, otak itu akan berfungsi secara aktif dan reaktif selama lebih dari seratus tahun.

Bobby De Porter & Mike Hernacki sekitar tahun 90-an meluncurkan buku yang sangat terkenal yaitu Quantum Learning : Unleashing The Genius In You, yang diterjemahkan oleh Penerbit Kaifa dengan judul Quantum Learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan (1992). Dalam bukunya itu, kedua penulis menitikberatkan pada upaya untuk memanfaatkan potensi otak manusia secara optimal.

Dalam hipotesisnya, Bobby De Porter & Mike Hernacki menyatakan bahwa otak manusia terdiri dari 3 (tiga) bagian dasar, yaitu batang atau “otak reptile“, system limbik atau “otak mamalia” dan neokorteks. Ketiga bagian itu masing-masing berkembang pada waktu yang berbeda dan mempunyai struktur syaraf tertentu serta mengatur tugasnya masing-masing. Batang atau otak reptile adalah komponen kecerdasan terendah dari manusia. Ia bertanggung jawab terhadap fungsi-fungsi sensor motorik sebagai insting mempertahankan hidup dan pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari pancaindera. Apabila otak reptile ini dominan, maka kita tidak dapat berfikir pada tingkat yang sangat tinggi.

Di sekeliling otak reptile terdapat sistim limbik yang sangat kompleks dan luas. Sistim limbik ini terletak di tengah otak yang fungsinya bersifat emosional dan kognitif. Perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampaun belajar dikendalikan oleh sistim limbik ini. Sistim ini juga merupakan panel control yang menggunakan informasi dari pancaindra untuk selanjutnya didistribusikan ke bagian neokorteks.

Neokorteks adalah bagian otak yang menyimpan kecerdasan yang lebih tinggi. Penalaran, berfikir secara intelektual, pembuatan keputusan, bahasa, perilaku yang baik, kendali motorik sadar dan penciptaan gagasan (idea) berasal dari pengaturan neokorteks. Menurut Howard Gardner, kecerdasan majemuk (multiple intelegence) berada pada bagian ini. Bahkan pada bagian ini pula terdapat intuisi yaitu kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak diterima oleh pancaindera.

Selain tiga bagian diatas, otak juga dibagi menjadi dua belahan penting, yaitu otak kiri dan otak kanan, yang masing-masing bertanggung jawab atas cara berfikir yang berbeda-beda, walau penyilangan antara dua bagian itu pun tetap ada. Otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier dan rasional. Otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik.

Kedua bagian belahan otak itu amat penting dalam kecerdasan dan tingkat kesuksesan. Orang yang mampu memanfaatkan kedua belahan otak ini secara proporsional akan cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupannya. Tentunya dalam kegiatan pembelajaran yang mengacu dan memperhatikan kedua belahan otak ini juga akan menentukan sejauhmana tingkat kecerdasan yang dapat diraih oleh peserta didik.

Paradigma pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan kecerdasan selayaknya mengacu pada perkembangan otak manusia seutuhnya. Realitas pembelajaran dewasa ini menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar lebih banyak mengacu pada target pencapaian kurikulum dibandingkan dengan menciptakan siswa yang cerdas secara utuh. Akibatnya, peserta didik dijejali dengan berbagai macam informasi tanpa diberi kesempatan untuk melakukan telaahan dan perenungan secara kritis, sehingga tidak mampu memberikan respons yang positif. Mereka dianggap seperti kertas kosong yang siap menerima coretan informasi dan ilmu pengetahuan.

Sementara itu, kegiatan yang terjadi di dalam ruang belajar masih bersifat tradisional yakni menempatkan guru pada posisi sentral (teacher centered) dan siswa sebagai objek pembelajaran dengan aktivitas utamanya untuk menerima dan menghafal materi pelajaran, mengerjakan tugas dengan penuh keterpaksaan, menerima hukuman atas kesalahan yang diperbuat, dan jarang sekali mendapat penghargaan dan pujian atas jerih-payahnya.

Oleh karena itu, dalam upaya mengubah paradigma pembelajaran sehingga dapat memberdayakan otak secara optimal, pendapat Eric Jensen dalam bukunya Brain Based Learning, patut untuk dijadikan rujukan. Dia menawarkan sebuah konsep dalam menciptakan pembelajaran dengan orientasi pada upaya pemberdayaan otak siswa. Menurutnya ada tiga strategi berkaitan dengan cara kita mengimplementasikan pembelajaran berbasis kemampuan otak, yaitu :

1. menciptakan suasana atau lingkungan yang mampu merangsang kemampuan berpikir siswa. Strategi ini bisa dilakukan terutama pada saat guru memberikan soal-soal untuk mengevaluasi materi pelajaran. Soal-soal yang diberikan harus dikemas seatraktif mungkin sehingga kemampuan berpikir siswa lebih otimal, seperti melalui teka-teki, simulasi, permainan dan sebagainya.
2. menghadirkan siswa dalam lingkungan pembelajaran yang cukup menyenangkan. Guru tidak hanya memanfaatkan ruangan kelas untuk belajar siswa, tetapi juga tempat-tempat lainnya, seperti di taman, di lapangan bahkan diluar kampus. Guru harus menghindarkan situasi pembelajaran yang dapat membuat siswa merasa tidak nyaman, mudah bosan atau tidak senang terlibat di dalamnya. Strategi pembelajaran yang digunakan lebih menekankan pada diskusi kelompok yang diselingi permainan menarik serta variasi lain yang kiranya dapat menciptakan suasana yang menggairahkan siswa dalam belajar.
3. membuat suasana pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang aktif dan bermakna hanya dapat dilakukan apabila siswa secara fisik maupun psikis dapat beraktivitas secara optimal. Strategi pembelajaran yang digunakan dikemas sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara aktraktif dan interaktif, melalui model pembelajaran yang bersifat demontrasi.

Apa yang dikemukakan Eric Jensen di atas merupakan upaya konkret dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Namun, kunci keberhasilan itu semua terletak pada kemauan dan kemampuan guru untuk mereformasi cara dan strategi pembelajarannya serta berani untuk menggeser paradigma berfikirnya, sehingga lebih bersifat praksis ketimbang teoritis.

Sumber : http://muhammadirfani.wordpress.com

[+/-] Selengkapnya...

Pegagan : Dari Campak Hingga Lepra

Pegagan (Centella asiatica, (Linn), Urb.)

Sinonim :
= Hydrocotyle asiatica, Linn. = Pasequinus, Rumph.

Familia :
Umbelliferae

Uraian :
Terna liar, terdapat di seluruh Indonesia, berasal dari Asia tropik. Menyukai tanah yang agak lembab dan cukup mendapat sinar matahari atau teduh, seperti di padang rumput, pinggir selokan, sawah, dan sebagainya. Kadang-kadang di tanam sebagai penutup tanah di perkebunan atau sebagai tanaman sayuran (sebagai lalab), terdapat sampai ketinggian 2.500 m di atas permukaan laut. Pegagan merupakan terna menahun tanpa batang, tetapi dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang merayap dengan panjang 10 cm - 80 cm, akar keluar dari setiap bonggol, banyak bercabang yang membentuk tumbuhan baru.


Helai daun tunggal, bertangkai panjang sekitar 5 cm - 15 cm berbentuk ginjal. Tepinya bergerigi atau beringgit, dengan penampang 1 cm - 7 cm tersusun dalam roset yang terdiri atas 2 - 10 helai daun, kadang-kadang agak berambut. Bunga berwarna putih atau merah muda, tersusun dalam karangan berupa payung, tunggal atau 3-5 bersama-sama keluar dari ketiak daun. Tangkai bunga 5 mm - 50 mm. Buah kecil bergantung yang bentuknya lonjong/pipih panjang 2 - 2,5 mm, baunya wangi dan rasanya pahit.

Nama Lokal :
Daun kaki kuda (Indonesia), Pegaga (Ujung Pandang); Antanan gede, Antanan rambat (Sunda), Dau tungke (Bugis); Pegagan, Gagan-gagan, Rendeng, Kerok batok (Jawa); Kos tekosan ( Madura), Kori-kori (Halmahera);

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Hepatitis, Campak, Demam, Amandel (Tonsilis), Sakit tenggorokan; Bronkhitis, Infeksi dan Batu saluran kencing, Mata merah, Wasir; Keracunan, Muntah darah, Batuk darah, mimisan, Cacingan, Lepra;

Pemanfaatan :

BAGIAN YANG DIPAKAI : Seluruh tanaman.

KEGUNAAN :
1.Infectious hepatitis, campak (measles).
2.Demam, radang amandel (tonsillitis), sakit tenggorok, bronchitis.
3.Infeksi dan batu sistem saluran kencing.
4.Keracunan Gelsemium elegans, arsenic.
5.Muntah darah, batuk darah, mimisan.
6.Mata merah, wasir.
7.Sakit perut, cacingan, menambah nafsu makan.
8.Lepra.

PEMAKAIAN: 15 - 30 gram pegagan segar, direbus, minum. Atau dilumatkan, peras, minum airnya.

PEMAKAIAN LUAR : Dilumatkan, ditempel ke bagian yang sakit. Dipakai untuk: Gigitan, ular, bisul, luka berdarah, TBC kulit.

CARA PEMAKAIAN :
1. Kencing keruh (akibat infeksi/batu sistem saluran kencing):
30 gram pegagan segar direbus dengan air cucian beras dari bilasan
kedua.

2. Susah kencing: 30 gram pegagan segar dilumatkan, tempel di pusar.

3. Demam:
Segenggam daun pegagan segar ditumbuk, kemudian ditambah
sedikit air dan garam, saring. Diminum pagi-pagi sebelum makan.

4. Darah tinggi:
20 lembar daun pegagan ditambah 3 gelas air, direbus sampai
menjadi 3/4-nya. Sehari diminum 3 x 3/4 gelas.

5. Wasir:
4-5 batang pegagan berikut akar-akarnya direbus dengan 2 gelas air
selama ± 5 menit. Minum rebusan ini selama beberapa hari.

6. Pembengkakan hati (liver) :
240 gram - 600 gram pegagan segar direbus, minum secara rutin.

7. Campak: 60 -120 gram pegagan direbus, minum

8. Bisul :
30 gram - 60 gram pegagan segar direbus, diminum. Pegagan segar
dicuci bersih, dilumatkan ditempelkan ke yang sakit.

9. Mata merah, bengkak :
Pegagan segar dicuci bersih, dilumatkan, diperas, airnya disaring.
Teteskan ke mata yang sakit 3 - 4 kali sehari.

10. Batuk darah, muntah darah, mimisan :
60 - 90 gram pegagan segar direbus, atau diperas, airnya diminum.

11. Batuk kering :
segenggam penuh pegagan segar dilumatkan, peras. Ditambah air
dan gula batu secukupnya. Minum.

12. Lepra :
3/4 genggam pegagan dicuci lalu direbus dengan 3 gelas air,
sampai menjadi 3/4 -nya. Saring, diminum setelah dingin, sehari 3 x
3/4 gelas.

13. Penambah nafsu makan :
1 genggam daun pegagan segar direbus dengan 2 gelas air sampai
menjadi 1 gelas. Minum sehari 1 gelas.

14. Teh daun pegagan segar berkhasiat :
Pembangkit nafsu makan, menyegarkan badan, menenangkan,
menurunkan panas, batuk kering, mengeluarkan cacing di perut,
mimisan.

15. Lalaban pegagan berkhasiat segar berkhasiat :
Membersihkan darah, terutama pada bisul, tukak berdarah.
Memperbanyak empedu, sehingga memperbaiki gangguan
pencernaan.

Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS : Rasa manis, sejuk. Anti infeksi, antitoxic, penurun panas, peluruh air seni. KANDUNGAN KIMIA : Asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahminoside, brahmic acid, madasiatic acid, meso-inositol, centellose, carotenoids, garam-garam mineral seperti garam kalium, natrium, magnesium, kalsium, besi, vellarine, zat samak. Senyawaan glikosida triterpenoida yang disebut asiaticoside dan senyawaan sejenis, mempunyai kasiat anti lepra (Morbus Hansen),

Sumber : http://www.iptek.net.id

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 02 Februari 2010

Pengelolaan Laboratorium IPA di Sekolah

Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya
2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat
4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi



5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Dengan demikian proses pembelajaran IPA harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Proses pembelajaran yang baik sudah ditegaskan oleh BSNP (2007) yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam hal ini guru tertantang dan harus mampu untuk dapat memberlangsungkan Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif sekaligus Menyenangkan (PAIKEM).

A. Pentingnya Laboratorium Bagi Pembelajaran IPA
Menurut kamus, laboratorium berarti tempat untuk mengadakan percobaan (penyelidikan, dan sebagainya segala sesuatu yang berhubunngan dengan ilmu fisika, kimia, dan sebagainya (Poerwadarminta, .......). Sedangkan menurut Emha (2006) laboratorium sekolah merupakan suatu tempat atau lembaga tempat peserta didik belajar serta mengadakan percobaan (penyelidikan) dan sebagainya yang berhubungan dengan ilmu fisika dan lain-lain.
Dalam pendidikan IPA kegiatan laboratorium (praktikum) merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan kegiatan laboratorium untuk mencapai tujuan pendidikan IPA. Rustaman (1995) mengemukakan empat alasan pentingnya kegiatan praktikum IPA:
1. Praktikum membangkitkan motivasi belajar IPA
Belajar siswa dipengaruhi oleh motivasi. Siswa yang termotivasi untuk belajar akan bersungguh-sungguh dalam mempelajari sesuatu. Melalui kegiatan laboratorium, siswa diberi kesempatan untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu dan ingin bisa. Prinsip ini akan menunjang kegiatan praktikum di mana siswa menemukan pengetahuan melalui eksplorasinya terhadap alam.
2. Praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen
Kegiatan eksperimen merupakan aktivitas yang banyak dilakukan oleh ilmuwan. Untuk melakukan eksperimen diperlukan beberapa keterampilan dasar seperti mengamati, mengestimasi, mengukur, dan memanipulasi peralatan laboratorium. Kegiatan praktikum melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan bereksperimen dengan melatih kemampuan mereka dalam mengobservasi dengan cermat, mengukur secara akurat dengan alat ukur yang sederhana atau lebih canggih, menggunakan dan menangani alat secara aman, merancang, melakukan dan menginterpretasikan eksperimen.
3. Praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah
Para pakar pendidikan IPA meyakini bahwa cara yang terbaik untuk belajar pendekatan ilmiah adalah dengan menjadikan siswa sebagai scientis. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2006).
4. Praktikum menunjang materi pelajaran
Praktikum memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan teori, dan membuktikan teori. Selain itu praktikum dalam pembelajaran IPA dapat membentuk ilustrasi bagi konsep dan prinsip IPA. Dari kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa praktikum dapat menunjang pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
Menurut Permendiknas nomor 24 tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana sekolah sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut: 1) ruang kelas, 2) ruang perpustakaan, 3) ruang laboratorium IPA, 4) ruang pimpinan, 5) ruang guru, 6) ruang tata usaha, 7) tempat beribadah, 8) ruang konseling, 9) ruang UKS, 10) ruang organisasi kesiswaan, 11) jamban, 12) gudang, 13) ruang sirkulasi, dan 14) tempat bermain/berolahraga.
Selanjutnya masih menurut permen 24 yang dimaksud dengan Laboratorium IPA SMP adalah sebagai berikut.
a. Ruang laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran IPA secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.
b. Ruang laboratorium IPA dapat menampung minimum satu rombongan belajar.
c. Rasio minimum luas ruang laboratorium IPA 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2. Lebar minimum ruang laboratorium IPA 5 m.
d. Ruang laboratorium IPA dilengkapi dengan fasilitas untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.
e. Tersedia air bersih.
f. Ruang laboratorium IPA dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada Lampiran 1.

B. Pengelolaan Laboratorium IPA
Pengelolaan merupakan suatu proses pendayagunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu sasaran yang diharapkan secara optimal dengan memperhatikan keberlanjutan fungsi sumber daya. Pengelolaan hendaknya dijalankan berkaitan dengan unsur atau fungsi-fungsi manajer, yakni perencanaan, pengorganisasian, pemberian komando, pengkoordinasian, dan pengendalian. Sementara Luther M. Gullick (1993) menyatakan fungsi-fungsi manajemen yang penting adalah perencanaan, pengorganisasian, pengadaan tenaga kerja, pemberian bimbingan, pengkoordinasian, pelaporan, dan penganggaran. Dalam pengelolaan laboratorium meliputi beberapa aspek yaitu sebagai berikut.
1. Perencanaan
2. Penataan
3. Pengadministrasian
4. Pengamanan, perawatan, dan pengawasan
Pengelolaan laboratorium berkaitan dengan pengelola dan pengguna, fasilitas laboratorium (bangunan, peralatan laboratorium, spesimen biologi, bahan kimia), dan aktivitas yang dilaksanakan di laboratorium yang menjaga keberlanjutan fungsinya.
Pada dasarnya pengelolaan laboratorium merupakan tanggung jawab bersama baik pengelola maupun pengguna. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat harus memiliki kesadaran dan merasa terpanggil untuk mengatur, memelihara, dan mengusahakan keselamatan kerja. Mengatur dan memelihara laboratorium merupakan upaya agar laboratorium selalu tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan upaya menjaga keselamatan kerja mencakup usaha untuk selalu mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan sewaktu bekerja di laboratorium dan penangannya bila terjadi kecelakaan.
Para pengelola laboratorium hendaknya memiliki pemahaman dan keterampilan kerja di laboratorium, bekerja sesuai tugas dan tanggung jawabnya, dan mengikuti peraturan. Pengelola laboratorium di sekolah umumnya sebagai berikut.
1. Kepala Sekolah
2. Wakil Kepala Sekolah
3. Koordinator Laboratorium
4. Penanggung jawab Laboratorium
5. Laboran.
Para pengelola tersebut mempunyai tugas dan kewenangan yang berbeda namun tetap sinergi dalam pencapaian tujuan bersama yang telah ditetapkan.

C. Optimaslisasi Pengalaman Siswa dalam Pengamatan Fenomena Alam
Pada uraian terdahulu dinyatakan bahwa pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pengamatan terhadap fenomena alam menjadi pilar utama dalam pelaksanaan praktikum IPA.
Hal ini sejalan dengan prinsip pelaksanaan kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan. Menurut Depdiknas (2006) salah satu prinsip misalnya prinsip kelima bahwa dalam pelaksanaan kurikulum ini adalah dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
Lalu bagaimana kaitan antara pemanfaatan laboratorium dengan prinsip alam tak ambang jadi guru? Tentunya sikap optimis guru harus dimunculkan sejalan dengan sikap kritis dan analitis dalam mengamati dan memanfaatkan fenomena alam untuk dijadikan sebagai sumber belajar. Hal ini juga selaras dengan prinsip keenam pelaksanaan kurikulum bahwa kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. Untuk itu Fasilitas yang ada di laboratorium sekolah perlu diupayakan untuk digunakan seoptimal mungkin di tengah-tengah dilema keterbatasan banyak hal. Dilema keterbatasan yang dimaksud di sini dapat meliputi keterbatasan waktu (alokasi waktu jam pelajaran), keterbatasan sarana dan prasarana, keterbatasan sumber daya manusia dan sebagianya.
Lalu bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi hal ini? Penulis mempunyai gagasan bahwa praktikum IPA tetap harus berjalan dengan mensinergikan banyak hal seperti Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM), prinsip pelaksanaan kurikulum alam takambang jadi guru, tuntutan pencapaian kompetensi, dan sebagainya. UNESCO (1958) menyatakan bahwa IPA adalah universal dan merupakan pengetahuan tanpa batas. Untuk kepentingan ini guru harus selalu berlatih bersikap kritis dan analitis terhadap fenomena alam agar dapat menjadikannya sebagai sumber belajar yang selalu memberdayakan potensi peserta didik. Salah satu potensi peserta didik yang paling berharga adalah rasa ingin tahu (curiousity). Pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika mampu membawa perubahan sikap peserta didik dari tidak tahu menjadi mau tahu. Rasa ingin tahu ini menjadi modal utama dalam menjalankan penyelidikan dan pengamatan ilmiah (VanCleave, 2004).

Sumber : http://bowobiologi.blogspot.com/2008/10/optimalisasi-pengelolaan-laboratorium.html

[+/-] Selengkapnya...

Kamis, 21 Januari 2010

Fosil Gading Gajah Purba Ditemukan

SRAGEN — Enam fragmen gading Stegodon trigonocephalus atau gajah purba ditemukan di lereng tebing di Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Jumat (15/1/2010). Panjang gading itu 2,5 meter dan diperkirakan berumur 700.000 tahun.

Gading itu diperkirakan dari gajah yang panjang tubuhnya sekitar 11 meter dan tingginya 6 meter. Gading ini ditemukan di lapisan Kabuh pukul 06.00 oleh seorang warga bernama Asmorejo yang langsung melaporkan temuannya kepada kepala dusun setempat. ”Pak Asmorejo tengah berjalan-jalan menyusuri lereng bukit. Saat itu habis hujan. Ia melihat bagian kecil dari potongan gading yang menyembul ke permukaan tanah,” kata Gunawan, konservator yang juga anggota staf Seksi Pemanfaatan Balai Pelestari Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMPS).

Petugas dari BPSMPS langsung menggali lokasi penemuan gading karena khawatir gading tersebut dicuri. Meskipun sebelumnya pernah ditemukan gading gajah purba sepanjang empat meter, gading temuan baru ini cukup istimewa karena tergolong utuh walaupun terbagi dalam enam potongan.

Sejak awal Januari 2010, ditemukan lima fosil lainnya atas laporan warga, yakni fosil rahang atas babi, rahang atas kuda nil, tanduk banteng, tulang rusuk gajah, dan kepala banteng. Penemu gading yang melapor kepada BPSMPS dijanjikan mendapat imbal jasa.

Kurang sepadan

Seorang warga Sangiran, Tono, mengeluhkan imbalan jasa yang dinilainya kurang sepadan dan waktu pemberiannya yang lama. Hal itu, katanya, yang menyebabkan banyak warga diam-diam menjual fosil temuan mereka kepada penadah.

”Kalau kita menemukan gading gajah 3meter, pedagang menawarkan Rp 50 juta, sementara Balai hanya memberikan Rp 1 juta. Padahal, kalau dinaikkan sedikit, Rp 4 juta-Rp 5 juta, pasti warga memilih menyerahkan ke Balai. Hal lain, pemberiannya lama, enam bulan baru uang diberikan. Padahal, perut menunggu untuk diisi. Tanah pertanian di sini tidak bagus. Hanya fosil yang ada di tanah kami,” katanya.

Tono mengatakan, tiga bulan sekali satu kontainer pecahan kecil fosil-fosil dari Sangiran serta dari sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo dikirimkan ke pembeli di luar negeri. ”Fosil kecil biasanya tidak diterima Balai,” katanya.

Kepala BPSMPS Harry Widianto mengatakan, mulai 2010 pihaknya menerapkan imbalan jasa diberikan dalam waktu satu minggu. Sejak awal Januari, pihaknya telah mengeluarkan Rp 8 juta-Rp 9 juta untuk imbal jasa penemuan lima fosil. ”Memang nilai imbal jasa sudah ada kriterianya. Fosil manusia tentu lebih berharga daripada fosil hewan,” ujarnya.

Sumber : http:\\sains.kompas.com

[+/-] Selengkapnya...

Lapisan Barat Kutub Selatan Tidak Stabil

LONDON, KOMPAS.com — Menghangatnya Bumi belahan selatan saat ini diperkirakan memengaruhi lapisan es di Kutub Selatan atau Antartika. Tim periset Universitas Oxford dan Universitas Cambridge, Inggris, baru-baru ini mengungkapkan hasil studi yang menyatakan lembar es Antartika barat mulai tidak stabil. Tim mengembangkan model menjelajahi perubahan lapisan es dari dasar hingga lapisan yang mengapung.

"Volume es yang terdapat pada lapisan Antartika barat itu setara dengan kenaikan permukaan laut 3,3 meter," kata Dr Richard Katz dari Departemen Ilmu Kebumian Universitas Oxford. Model yang dikembangkan menunjukkan ketidakstabilan pada landasan garis yang disebabkan perubahan iklim secara bertahap. Hal itu dapat menimbulkan perpecahan es.

"Model-model iklim global ini sering menggunakan asumsi bahwa ketika dunia menghangat, lembaran es itu akan mencair dengan stabil, lalu menyebabkan kenaikan muka laut secara bertahap," kata Katz.

Tetapi, ia mengatakan, struktur lapisan es jauh lebih kompleks. "Kami perlu melakukan lebih banyak pekerjaan untuk membangun model lebih baik tentang perilaku lembaran es. Kemudian untuk memprediksi perilaku es di masa depan sebagai dampak perubahan iklim," ujar Katz.

Sumber : http:\\sains.kompas.com

[+/-] Selengkapnya...